Pada kondisi normal, gelombang suara masuk ke telinga dan menggetarkan gendang telinga yang terhubung dengan tiga tulang kecil yang disebut martil (malleus), landasan (incus), dan sanggurdi (stapes).
Saat tulang sanggurdi bergerak, koklea tertekan. Struktur yang mirip helaian rambut yang sangat tipis di dalam koklea menerjemahkan gelombang tekanan ke sinyal saraf yang dikirim ke otak dan diinterpretasikan sebagai suara.
Itulah rantai sistem pendengaran. "Ada beberapa bagian dalam rantai yang dapat dilewatkan," kata Michael Qin, peneliti senior dari Naval Submarine Medical Research Laboratory. Qin mengambil contoh konduksi tulang telinga yang muncul akibat rangsangan suara berfrekuensi sangat tinggi. Sinyal suara langsung ke tulang tanpa lewat gendang telinga. "Itu yang terjadi pada beberapa spesies paus sehingga mereka dapat mendengar di bawah air," kata Qin.
Qin menjelaskan bahwa penelitiannya berkonsentrasi pada pendengaran bawah air dan pendengaran yang diantarkan oleh tulang. "Apakah mereka memiliki mekanisme yang sama?" ujarnya. Untuk itu ia dan timnya sedang mencari tahu tulang yang paling sensitif terhadap getaran.
Apakah hasil penelitian ini dapat menghasilkan pendengaran super atau dipakai untuk membuat tunarungu dapat mendengar? "Inilah asyiknya sains, bukan? Kita jadi tahu cara berbagai hal bekerja dan dapat kita kendalikan untuk dipakai di bidang lain."