Yue Yue, bocah yang mengalami kecelakaan ditabrak mobil hingga memancing perhatian masyarakat dunia, telah meninggal dunia. Sementara itu, Chen Xianmei, wanita yang menolongnya pertama kali, memilih untuk meninggalkan tempat tinggalnya karena dituduh mencari popularitas. Kasus tabrak lari seorang anak berumur 2 tahun yang kemudian dibiarkan terkapar begitu saja oleh masyarakat sekitarnya telah menyita perhatian dunia. Kini anak malang itu yang bernama Yue Yue atau Wang Yue, telah meninggal dunia. Kepergiannya meninggalkan luka serius bagi sejarah kemanusiaan di China.
Chen Xianmei, wanita yang menolongnya pertama kali, memilih untuk meninggalkan tempat tinggalnya karena dituduh mencari popularitas.
Orang-orang yang terlibat dalam kasus ini diekspos secara habis-habisan, baik itu pengemudi yang menabrak, maupun orang-orang yang menunjukan sikap tak pedulinya dalam rekaman kamera CCTV. Kita tentu berharap kasus ini akan menjadi cermin bagi masyarakat di sana untuk lebih memperhatikan sisi manusiawi mereka. Namun sayangnya, harapan itu masih terlalu jauh.
Ketika Yue Yue terbaring tak berdaya di lokasi kejadian, hanya ada satu orang yang peduli dengan kondisi gadis itu. Ia adalah Chen Xianmei. Mungkin berkat Chen, Yueyue masih sempat dirawat di rumah sakit selama sepekan sebelum gadis malang itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Mrs. Qu, ibu Yue Yue sangat berterimakasih kepada Chen Xianmei, wanita yang menolongnya pertama kali.
Setelah itu Chen segera dianggap sebagai seorang pahlawan. Ia diberi kesempatan kerja tetap dan sejumlah uang dari perusahaan lokal. Namanya langsung melambung setelah terpampang di berbagai macam media. Banyak orang yang kagum padanya, tetapi, seperti yang ditulis oleh Shanghaiist, tidak sedikit pula orang yang justru malah membenci wanita ini. Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan Chen terhadap Yue Yue, tak lebih dari sekedar mencari popularitas dan uang. Mereka menuduh Yen sebagai orang yang oportunis.
Gelombang reaksi dari orang-orang yang membenci (atau iri) terhadap Chen semakin hari semakin meningkat. Dibarengi dengan orang pemerintah dan wartawan yang tak henti-hentinya berkunjung ke rumah Chen siang dan malam. Wanita itu akhirnya memilih untuk angkat kaki dari tempat tinggalnya di Foshan. Chen begitu trauma, bahkan kini menonton acara berita di televisi saja ia tidak berani.
"Banyak orang yang mengatakan bahwa saya melakukan itu untuk mendapatkan ketenaran dan uang. Bahkan kini tetangga saya juga mengatakan hal yang sama!" ujar Chen. Dia mengatakan dirinya tidak seperti yang dituduhkan hingga ia takut mendengar perkataan orang lain sampai ia tidak berani menonton siaran televisi.
"Saya sama sekali tak bermaksud demikian, dan saya sekarang takut mendengar perkataan dari orang lain sampai-sampai saya tak berani untuk melihat siaran berita di televisi. Saya tidak melakukan itu untuk mendapatkan uang," tegasnya. Air matanya berlinang ketika ia mengatakan, "Saya tidak mencuri atau merampok. Apa yang saya lakukan hanyalah untuk menyelamatkan anak itu".
Fenomena sosial yang menyedihkan seperti ini tentu membuat kita bertanya. Apa gerangan yang menyebabkan tumpulnya rasa kemanusian dari sebagian masyarakat di China? Menurut thediplomat.com, fenomena ini terjadi karena jati diri China itu sendiri. Sebagai negara yang tingkat ekonominya mengalami peningkatan secara pesat dan tajam, ekonomi kini telah menjadi tolak ukur utama bagi sebagian masyarakat di sana.
Masyarakat China di bawah didikan Partai Komunis China (PKC) telah berkembang menjadi terlalu utilitarian, mereka telah mencapai tingkat dimana mereka tidak dapat lagi mentoleransi orang-orang yang bertindak atas dasar altruistik (mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan dirinya sendiri). Mereka hanya bisa menganalisa tindakan heroik Chen atas dasar untung dan rugi yang ujung-ujungnya selalu dikaitkan dengan adanya reward berupa materi.
Mereka ini adalah orang-orang yang protes ketika Chen berhasil mendapatkan banyak pujian dan uang dari tindakannya tersebut, sedangkan ketika dulu mereka pernah menolong orang lain, mereka tidak mendapat perlakuan yang sama.
Terlepas dari benar atau tidaknya analisa diatas, Chen adalah bukti nyata bahwa di China masih ada orang-orang yang rasa kemanusiaannya tidak tergores oleh fenomena pergesekan moral dan sosial. Dan mereka tidah hanya satu atau dua. Hingga saat ini, situs jejaring sosial di China masih dipenuhi oleh orang-orang yang menyesali kepergian Yue Yue. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang merasa malu atas perlakuan 'tidak peduli' yang ditunjukan oleh teman-teman sebangsa mereka di China.
Chen Xianmei, wanita yang menolongnya pertama kali, memilih untuk meninggalkan tempat tinggalnya karena dituduh mencari popularitas.
Orang-orang yang terlibat dalam kasus ini diekspos secara habis-habisan, baik itu pengemudi yang menabrak, maupun orang-orang yang menunjukan sikap tak pedulinya dalam rekaman kamera CCTV. Kita tentu berharap kasus ini akan menjadi cermin bagi masyarakat di sana untuk lebih memperhatikan sisi manusiawi mereka. Namun sayangnya, harapan itu masih terlalu jauh.
Ketika Yue Yue terbaring tak berdaya di lokasi kejadian, hanya ada satu orang yang peduli dengan kondisi gadis itu. Ia adalah Chen Xianmei. Mungkin berkat Chen, Yueyue masih sempat dirawat di rumah sakit selama sepekan sebelum gadis malang itu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Mrs. Qu, ibu Yue Yue sangat berterimakasih kepada Chen Xianmei, wanita yang menolongnya pertama kali.
Setelah itu Chen segera dianggap sebagai seorang pahlawan. Ia diberi kesempatan kerja tetap dan sejumlah uang dari perusahaan lokal. Namanya langsung melambung setelah terpampang di berbagai macam media. Banyak orang yang kagum padanya, tetapi, seperti yang ditulis oleh Shanghaiist, tidak sedikit pula orang yang justru malah membenci wanita ini. Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan Chen terhadap Yue Yue, tak lebih dari sekedar mencari popularitas dan uang. Mereka menuduh Yen sebagai orang yang oportunis.
Gelombang reaksi dari orang-orang yang membenci (atau iri) terhadap Chen semakin hari semakin meningkat. Dibarengi dengan orang pemerintah dan wartawan yang tak henti-hentinya berkunjung ke rumah Chen siang dan malam. Wanita itu akhirnya memilih untuk angkat kaki dari tempat tinggalnya di Foshan. Chen begitu trauma, bahkan kini menonton acara berita di televisi saja ia tidak berani.
"Banyak orang yang mengatakan bahwa saya melakukan itu untuk mendapatkan ketenaran dan uang. Bahkan kini tetangga saya juga mengatakan hal yang sama!" ujar Chen. Dia mengatakan dirinya tidak seperti yang dituduhkan hingga ia takut mendengar perkataan orang lain sampai ia tidak berani menonton siaran televisi.
"Saya sama sekali tak bermaksud demikian, dan saya sekarang takut mendengar perkataan dari orang lain sampai-sampai saya tak berani untuk melihat siaran berita di televisi. Saya tidak melakukan itu untuk mendapatkan uang," tegasnya. Air matanya berlinang ketika ia mengatakan, "Saya tidak mencuri atau merampok. Apa yang saya lakukan hanyalah untuk menyelamatkan anak itu".
Fenomena sosial yang menyedihkan seperti ini tentu membuat kita bertanya. Apa gerangan yang menyebabkan tumpulnya rasa kemanusian dari sebagian masyarakat di China? Menurut thediplomat.com, fenomena ini terjadi karena jati diri China itu sendiri. Sebagai negara yang tingkat ekonominya mengalami peningkatan secara pesat dan tajam, ekonomi kini telah menjadi tolak ukur utama bagi sebagian masyarakat di sana.
Masyarakat China di bawah didikan Partai Komunis China (PKC) telah berkembang menjadi terlalu utilitarian, mereka telah mencapai tingkat dimana mereka tidak dapat lagi mentoleransi orang-orang yang bertindak atas dasar altruistik (mementingkan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan dirinya sendiri). Mereka hanya bisa menganalisa tindakan heroik Chen atas dasar untung dan rugi yang ujung-ujungnya selalu dikaitkan dengan adanya reward berupa materi.
Mereka ini adalah orang-orang yang protes ketika Chen berhasil mendapatkan banyak pujian dan uang dari tindakannya tersebut, sedangkan ketika dulu mereka pernah menolong orang lain, mereka tidak mendapat perlakuan yang sama.
Terlepas dari benar atau tidaknya analisa diatas, Chen adalah bukti nyata bahwa di China masih ada orang-orang yang rasa kemanusiaannya tidak tergores oleh fenomena pergesekan moral dan sosial. Dan mereka tidah hanya satu atau dua. Hingga saat ini, situs jejaring sosial di China masih dipenuhi oleh orang-orang yang menyesali kepergian Yue Yue. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang merasa malu atas perlakuan 'tidak peduli' yang ditunjukan oleh teman-teman sebangsa mereka di China.