Pemerintah Indonesia membutuhkan perbaikan industri pariwisata agar jumlah angka kunjungan wisatawan dari mancanegara terus meningkat setiap tahunnya.
"Semua sektor industri pariwisata di Indonesia membutuhkan perbaikan agar angka kunjungan wisatawan asing ke negara ini mengalami peningkatan setiap tahunnya," kata Ketua Panitia Konferensi Internasional Ekonomi, Manajemen, dan Akunting Malaysia-Indonesia XII, Lizar Alfansi, di Bengkulu, Jumat (14/10/2011).
Ia mengatakan, jumlah angka kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia baru mencapai enam juta wisatawan per tahun. Jumlah angka kunjungan tersebut tak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa.
"Saat ini dari segi kunjungan wisata, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain seperti Singapura dan Thailand," katanya.
Thailand dengan penduduk 60 juta jiwa mampu mendatangkan turis asing hingga 18 juta orang per tahun. Begitu pun dengan Singapura yang mempunyai penduduk 4,5 juta jiwa, mereka mampu mendatangkan wisatawan mancanegara sebanyak 10 juta orang per tahun.
Menurut dia, Indonesia umumnya, dan Bengkulu khususnya, harus belajar banyak dari negara lain yang sukses dalam mendatangkan wisatawan mancanegara. Agar bisa berhasil seperti Singapura dan Thailand, Indonesia membutuhkan perbaikan sumber daya manusia, infrastruktur, perhotelan, industri kecil, souvenir, dan hiburan.
"Di Bengkulu ini, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan asing, yang harus dilakukan yakni membenahi infrastruktur dan obyek wisata. Saya lihat untuk mencapai itu perlu komitmen pemerintah," katanya.
Ia mengatakan, semua masukan tersebut berdasarkan hasil Konferensi Internasional Ekonomi, Manajemen dan Akunting Malaysia-Indonesia ke XII (MIICEMA XII) yang diselenggarakan di Universitas Bengkulu (Unib) pada 13-14 Oktober 2011.
"MIICEMA diikuti sebanyak 160 pakar ekonomi dunia yang menampilkan 124 judul makalah. Mereka berasal 36 perguruan tinggi sewilayah Barat dan enam perguruan tinggi luar negeri, yakni Inggris, Australia, Thailand, India, Iran, dan Malaysia," katanya.
MIICEMA XII menampilkan pembicara utama Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia Rizal A Djaafara berbicara mengenai makro-ekonomi di Asia Tenggara, dan Vice President of RMUTSV Thailand Prof Aswin Promsopa yang berbicara mengenai kemajuan pariwisata di Asia Tenggara.
"Semua makalah dan hasil diskusi dibukukan lalu diserahkan kepada semua peserta, pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Bengkulu, khususnya untuk dijadikan bahan masukan dalam perencanaan pembangunan di masa yang akan datang," katanya.
Semua hasil konferensi internasional ini sangat bermanfaat untuk menyusun rencana pembangunan di bidang ekonomi, manajemen, dan akuntansi bagi bangsa Indonesia.
"Semua sektor industri pariwisata di Indonesia membutuhkan perbaikan agar angka kunjungan wisatawan asing ke negara ini mengalami peningkatan setiap tahunnya," kata Ketua Panitia Konferensi Internasional Ekonomi, Manajemen, dan Akunting Malaysia-Indonesia XII, Lizar Alfansi, di Bengkulu, Jumat (14/10/2011).
Ia mengatakan, jumlah angka kunjungan wisata mancanegara ke Indonesia baru mencapai enam juta wisatawan per tahun. Jumlah angka kunjungan tersebut tak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa.
"Saat ini dari segi kunjungan wisata, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain seperti Singapura dan Thailand," katanya.
Thailand dengan penduduk 60 juta jiwa mampu mendatangkan turis asing hingga 18 juta orang per tahun. Begitu pun dengan Singapura yang mempunyai penduduk 4,5 juta jiwa, mereka mampu mendatangkan wisatawan mancanegara sebanyak 10 juta orang per tahun.
Menurut dia, Indonesia umumnya, dan Bengkulu khususnya, harus belajar banyak dari negara lain yang sukses dalam mendatangkan wisatawan mancanegara. Agar bisa berhasil seperti Singapura dan Thailand, Indonesia membutuhkan perbaikan sumber daya manusia, infrastruktur, perhotelan, industri kecil, souvenir, dan hiburan.
"Di Bengkulu ini, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan asing, yang harus dilakukan yakni membenahi infrastruktur dan obyek wisata. Saya lihat untuk mencapai itu perlu komitmen pemerintah," katanya.
Ia mengatakan, semua masukan tersebut berdasarkan hasil Konferensi Internasional Ekonomi, Manajemen dan Akunting Malaysia-Indonesia ke XII (MIICEMA XII) yang diselenggarakan di Universitas Bengkulu (Unib) pada 13-14 Oktober 2011.
"MIICEMA diikuti sebanyak 160 pakar ekonomi dunia yang menampilkan 124 judul makalah. Mereka berasal 36 perguruan tinggi sewilayah Barat dan enam perguruan tinggi luar negeri, yakni Inggris, Australia, Thailand, India, Iran, dan Malaysia," katanya.
MIICEMA XII menampilkan pembicara utama Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia Rizal A Djaafara berbicara mengenai makro-ekonomi di Asia Tenggara, dan Vice President of RMUTSV Thailand Prof Aswin Promsopa yang berbicara mengenai kemajuan pariwisata di Asia Tenggara.
"Semua makalah dan hasil diskusi dibukukan lalu diserahkan kepada semua peserta, pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Bengkulu, khususnya untuk dijadikan bahan masukan dalam perencanaan pembangunan di masa yang akan datang," katanya.
Semua hasil konferensi internasional ini sangat bermanfaat untuk menyusun rencana pembangunan di bidang ekonomi, manajemen, dan akuntansi bagi bangsa Indonesia.