Para remaja dirayu terjun ke dunia prostitusi. Mereka dirayu untuk mendapatkan uang Rp 100.000 setiap selesai memuaskan nafsu pria hidung belang.
Jaringan prostitusi anak-anak di bawah umur yang menjerumuskan para perempuan anak baru gede (ABG) itu pun berhasil diungkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan pada 24 Oktober 2011. Kepolisian menemukan ada sebuah rumah yang biasa dijadikan tempat perlacuran ABG di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.
Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Fitria Mega mengatakan, dari pengungkapan jaringan itu, pihaknya baru menemukan satu anak di bawah umur yang menjadi PSK.
"Namun, di dalam catatan kami ada empat orang lagi yang juga jadi PSK di situ dan di bawah umur. Usia mereka belasan tahun, tetapi belum mencapai 17 tahun. Ini masih kami dalami," ujarnya.
Fitria mengatakan, seorang remaja yang menjadi PSK adalah DS (14). Dari cerita DS, diketahui cara kerja jaringan itu. "Biasanya CP alias Cepot yang bekerja sebagai sopir angkot mencari para remaja yang butuh uang tambahan, di situ DS berkenalan," tutur Fitria.
DS ketika itu membutuhkan uang tambahan untuk pergaulan, sementara kedua orangtuanya hanya seorang pekerja pas-pasan. Cepot yang melihat peluang itu langsung menawarkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang instan. Dikenalkanlah DS dengan NN yang berprofesi sebagai mucikari sebuah rumah bordil di Pejaten, Jakarta Selatan. NN memiliki banyak pelanggan tetap. Setiap ada gadis-gadis baru yang datang, NN mempromosikannya ke para pelanggan.
"Satu kali melayani pelanggan dibayar Rp 300.000. Sebanyak Rp 100.000 untuk si korban, Rp 100.000 untuk bayar kamar, dan Rp 100.000 untuk mucikarinya. Jadi, korban juga hanya dapat Rp 100.000," tutur Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Budi Irawan.
Rumah sederhana yang dimiliki mucikari NN pun setiap malam banyak didatangi para remaja tanggung. "Mereka jadi sering main setiap malam ke rumah mucikari itu. Kalau ada tertarik, ya bisa langsung diajak begitu," imbuh Fitria.
Fitria mengatakan, meski para remaja tanggung ini secara sadar menjajakan dirinya, ia menegaskan bahwa para remaja ini adalah korban. "Mereka butuh bimbingan agar tidak lagi melakukan perbuatan itu," ungkap Fitria.
Ia juga melihat apakah orangtua terlibat dalam jaringan prostitusi itu. Apabila para orangtua sengaja menjajakan anaknya, polisi akan tegas memidanakan para orangtua itu.
Jaringan prostitusi anak-anak di bawah umur yang menjerumuskan para perempuan anak baru gede (ABG) itu pun berhasil diungkap oleh Polres Metro Jakarta Selatan pada 24 Oktober 2011. Kepolisian menemukan ada sebuah rumah yang biasa dijadikan tempat perlacuran ABG di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.
Kanit PPA Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Fitria Mega mengatakan, dari pengungkapan jaringan itu, pihaknya baru menemukan satu anak di bawah umur yang menjadi PSK.
"Namun, di dalam catatan kami ada empat orang lagi yang juga jadi PSK di situ dan di bawah umur. Usia mereka belasan tahun, tetapi belum mencapai 17 tahun. Ini masih kami dalami," ujarnya.
Fitria mengatakan, seorang remaja yang menjadi PSK adalah DS (14). Dari cerita DS, diketahui cara kerja jaringan itu. "Biasanya CP alias Cepot yang bekerja sebagai sopir angkot mencari para remaja yang butuh uang tambahan, di situ DS berkenalan," tutur Fitria.
DS ketika itu membutuhkan uang tambahan untuk pergaulan, sementara kedua orangtuanya hanya seorang pekerja pas-pasan. Cepot yang melihat peluang itu langsung menawarkan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang instan. Dikenalkanlah DS dengan NN yang berprofesi sebagai mucikari sebuah rumah bordil di Pejaten, Jakarta Selatan. NN memiliki banyak pelanggan tetap. Setiap ada gadis-gadis baru yang datang, NN mempromosikannya ke para pelanggan.
"Satu kali melayani pelanggan dibayar Rp 300.000. Sebanyak Rp 100.000 untuk si korban, Rp 100.000 untuk bayar kamar, dan Rp 100.000 untuk mucikarinya. Jadi, korban juga hanya dapat Rp 100.000," tutur Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Budi Irawan.
Rumah sederhana yang dimiliki mucikari NN pun setiap malam banyak didatangi para remaja tanggung. "Mereka jadi sering main setiap malam ke rumah mucikari itu. Kalau ada tertarik, ya bisa langsung diajak begitu," imbuh Fitria.
Fitria mengatakan, meski para remaja tanggung ini secara sadar menjajakan dirinya, ia menegaskan bahwa para remaja ini adalah korban. "Mereka butuh bimbingan agar tidak lagi melakukan perbuatan itu," ungkap Fitria.
Ia juga melihat apakah orangtua terlibat dalam jaringan prostitusi itu. Apabila para orangtua sengaja menjajakan anaknya, polisi akan tegas memidanakan para orangtua itu.