Sejumlah komputer workstation di perpustakaan Grand Army Plaza, New York City sebenarnya hanya diperuntukkan untuk orang dewasa dan remaja berusia 13 tahun ke atas. Namun karena ruangannya tidak terpisah, siapapun bisa melihat aktivitas pemakainya.
Celakanya, peraturan di perpustakaan tersebut memang membolehkan siapapun yang menggunakan komputer untuk mengakses konten dewasa. Akibatnya pengunjung anak-anak yang sebetulnya tidak boleh mengakses, bisa melihat baik disengaja maupun tidak.
"Sering sekali saya lihat orang mengakses por-nografi di perpustakaan ini. Hari ini, pria di sebelah saya membuka-buka gambar wanita tel-anjang," ungkap Julio Sosa, pengunjung yang baru berusia 14 tahun seperti dikutip dari NYPost.
Meski demikian, pengelola perpustakaan membantah adanya penyalahgunaan akses internet yang bisa mempengaruhi mental dan kejiwaan anak-anak. Meski dibebaskan, pihak pengelola mengklaim tidak lebih dari 0,5 persen pengunjung yang mengakses materi por-nografi.
Angela Montefinise, juru bicara perpustakaan mengatakan bahwa petugas juga akan mengingatkan jika ada anak-anak yang mengintip atau bahkan menggunakan komputer sendiri untuk mengakses por-nografi. Namun bagi yang sudah cukup umur, tidak ada larangan selama tidak mengganggu yang lain.
Sekalipun Amerika Serikat dikenal sebagai negara yang liberal, namun kebijakan yang diterapkan perpustakaan tersebut tetap menuai kontroversi. Kalangan politisi bahkan mengancam akan menghentikan bantuan pendanaan jika akses por-nografi tidak dikontrol.
Sementara itu seperti ditulis detikHealth sebelumnya, pornografi bisa memberikan dampak buruk bagi perkembangan kejiwaan anak-anak yang belum cukup umur. Anak-anak yang biasanya mendapat penanaman norma sopan santun akan bingung jika menonton film po-rno.
Lebih dari itu, dikhawatirkan anak-anak yang seharusnya banyak bermain jadi lebih sering penasaran dan memikirkan seks dan sejenisnya. Dampak terburuk yang dikhawatirkan adalah jika anak mencoba bereksperimen, meniru adegan po-rno dengan teman-temannya.